I.
Pendahuluan
“Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus” (Mat. 28:19). Ayat ini adalah merupakan Amanat Agung dari Tuhan
Yesus kepada murid-murid-Nya ketika hendak terangkat ke Sorga. Para murid-murid
melaksanakan Amanat Agung itu pada zaman-Nya dan kemudian dilanjutkan oleh
orang-orang yang percaya kepada pemberitaan itu.
Missioner adalah seorang yang
telah percaya dan menerima Injil di dalam kehidupannya. Salah seorang Missioner
yang telah percaya dan menerima Injil adalah Pdt. A Mohri. Beliau bukan hanya
sebagai pendengar Firman saja, melainkan juga bertindak sebagai pelaku Firman.
Bersama dengan Pdt. I.L Nommensen, beliau melakukan Pekabaran Injil di
Indonesia, secara khusus di Tanah Batak. Pdt. A Mohri bukanlah seorang yang
pintar, akan tetapi dia memiliki banyak keahlian yang kemudian dapat
membantunya di dalam Usaha Pekabaran Injil. Apa dan Bagaimana peranan Pdt. A
Mohri di dalam perkembangan misi Pekabaran Injil di Tanah Batak?
Di dalam tulisan ini akan
dipaparkan bagaimana perananan Pdt. A Mohri dalam perkembangan misi Pekabaran
Injil di Tanah Batak dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
I. Pendahuluan
II. Isi
2. 1 Sejarah
Kekristenan di Tanah Batak
2. 2
Penginjilan oleh Pdt. A. Mohri bersama Pdt. I. L Nommensen
2. 2. 1
Sejarah ringkas Pdt. Ingwer Ludwig Nommensen
2. 2. 2 Partisipasi Pdt. A.
Mohri dalam Perkembangan Misi di Tanah Batak
III. Kesimpulan
Daftar Pustaka
II.
Isi
2. 1 Sejarah Kekristenan di Tanah Batak
Di Pulau Sumatera, agama Islam
sudah tersebar sejak abad ke-13. Dari Aceh, agama itu meluas ke seluruh pantai
Timur (abad ke-15), ke pantai Barat (abad ke-16) dan ke pedalaman Minangkabau
serta Bangkahulu (abad ke-17). Hanya daerah orang Batak di sebelah Utara dan
beberapa daerah terpencil lainnya yang tetap berpegang pada agama nenek moyang.
Orang Portugis, lalu VOC, tidak berani menyerang kesultanan Aceh yang kuat dan
kerajaan-kerajaan Sumatera yang lain.[1]
Sementara daerah-daerah pantai
Timur, pantai Barat dan daerah pedalaman Minangkabau serta Bangkahulu pada abad
13-16 menjadi suatu wilayah Batak Islam, dalam dasawarsa 1860-an (abad ke-19)
beberapa penginjil bangsa Eropa berhasil memulai kegiatannya di wilayah
Tapanuli Utara (Batak Toba). Salah satu badan penginjil bangsa Eropa yang berhasil
melakukan penginjilan di tanah Batak adalah Rheinische Mission Gesselschaft
(RMG) yang berkantor di Wuppertal-Barmen, Jerman.[2]
Pada tahun 1861, daerah tanah Batak dijadikan oleh RMG menjadi lapangan kerja
misi penginjilan.[3]
Tahun kehadiran lembaga ini di tanah Batak ditandai dengan pertemuan 4 (empat)
orang missionaris di Parau Sorat, Tapanuli Selatan, pada tanggal 7 Oktober
1861. Keempat orang missionaris itu adalah Heine, Klammer, Betz, dan Van Asselt.
Sebelum empat orang ini, telah ada Usaha Pekabaran Injil (UPI) di tanah Batak
oleh Nathaniel Ward dan Richard Burton dari Gereja Baptis Inggris. Akan tetapi,
usaha itu gagal karena orang Batak memberikan pernyataan kepada mereka bahwa
orang Batak tidak sudi mengubah adat istiadat mereka. Usaha PI ke tanah Batak
kemudian dilakukan oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari gereja
Kongregasionalis Amerika yang diutus pada tanggal 10 Juni 1833 oleh The
American Board of Commissioners for Foreign Missions (ABCFM), di Boston. Namun
keduanya dibunuh di Lobu Pining oleh penduduk setempat pada tanggal 28 Juni
1834.[4]
Dari sekian banyak missionaris
yang telah diutus oleh lembaga Pekabaran Injil RMG, usaha PI di tanah Batak
yang paling sukses dilakukan oleh missionaris Ingwer Ludwig Nommensen. Setelah melalui
berbagai kesulitan, akhirnya I.L Nommensen berhasil masuk ke wilayah tanah
Batak, yakni ke wilayah Silindung pada tahun 1863. Di wilayah ini, I.L
Nommensen berhasil melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat Batak,
antara lain: melalui musik, obat, persahabatan dengan lapisan masyarakat bawah
dan mendidik mereka menjadi jemaat Kristen.[5] Keberhasilan para
missionaris Eropa, khususnya I.L Nommensen dalam melakukan Pekabaran Injil di
tanah Batak juga berkembang hingga pada masa kini. Hal itu dapat dilihat dari
banyak gereja-gereja yang telah berdiri di tanah Batak pada masa kini sebagai
hasil dari Usaha Pekabaran Injil yang dilakukan oleh para
missionaris-missionaris terdahulu. Tanah Batak tidak lagi dihuni oleh
masyarakat yang percaya kepada roh nenek moyang, animisme, dan dinamisme. Akan
tetapi, darah kekristenan telah mengalir di dalam diri setiap orang Batak melalui
Injil yang telah diterima orang-orang Batak terdahulu yang kemudian mengalir secara
turun-temurun kepada setiap keturunannya hingga pada masa sekarang.
2. 2 Penginjilan oleh Pdt. A. Mohri bersama I. L Nommensen
2. 2. 1 Sejarah ringkas Ingwer Ludwig Nommensen[6]
Dr. Ingwer Ludwig Nommensen dilahirkan di pulau Nordstrand
pada tanggal 6
Februari 1834. Dia berikrar untuk menjadi misionaris ketika dia
mengalami sakit keras. Setelah mendapat kesembuhan, maka I.L Nommensen menepati
janji/ikrar yang telah dia katakan kepada Tuhan Allah. Setelah dididik oleh badan
Rheinische Mission Gesselschaft (RMG), kemudian I.L Nommensen ditahbiskan pada
bulan Oktober 1861. setelah itu, I.L Nommensen berangkat dan diutus oleh RMG ke
Sumatera untuk melakukan Pekabaran Injil. I.L Nommensen tiba di Padang pada tanggal 14 mei
1862. Rencananya adalah bekerja di kalangan orang Batak. Kesulitan
yang dihadapi pada awalnya yaitu adanya larangan untuk bekerja di daerah
pedalaman dan adanya komitmen sesama misionaris untuk memusatkan perhatian pada
daerah Tapanuli Selatan. Setelah berusaha keras, I.L Nommensen akhirnya diizinkan
untuk bekerja di daerah Barus. Ingwer Ludwig Nommensen tinggal di
daerah Barus, mempelajari bahasa dan adat Batak dan Melayu. Pada waktu itu,
daerah bagian selatan Tanah Batak telah dikuasai oleh agama Islam.[7]
Oleh karena itu, I.L Nommensen melakukan perjalanannya ke daerah pedalaman pada
tanggal 25 oktober 1862. Perjalanan tersebut dianggap sangat berhasil. Lalu
beliau pindah ke Sipirok dan di sana bertugas untuk mendirikan sebuah sekolah.
Pada bulan Nopember 1863, dia mengunjungi daerah Silindung. Di daerah ini, dia
menghadapi masalah sifat permusuhan dari raja-raja di daerah tersebut. Namun
dia sudah bertekad untuk dapat tinggal di sana, mengenal sifat orang Batak dan
melayani mereka. Di daerah Silindung, I.L Nommensen mendapat dukungan dari
seorang kepala suku Batak, yaitu: Raja Pontas Lumbantobing, sehingga I.L
Nommensen berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya yang
dihadapinya berkat bantuan Raja Pontas Lumbantobing.[8]
Keteguhan hatinya untuk hidup sederhana yang bersifat penyangkalan diri,
ketekunan dan kepandaiannya dibidang pengobatan menyebabkan dia dapat tinggal
dengan orang Batak dan melayani mereka, jasmani maupun rohani. Rencananya
adalah untuk hidup jauh dari kehidupan perekonomian setempat dan akhirnya
mendirikan suatu koloni Kristen yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
Dalam sepucuk surat yang
dikirimkannya ke Barmen, dia berbicara tentang suatu penglihatan yang dia
perolah tentang hari depan masyarakat yang dilayani ini : “Dalam roh saya melihat
dimana-mana jemaat-jemaat Kristen, sekolah-sekolah dan gereja-gereja kelompok
orang Batak tua dan muda yang berjalan ke gereja-gereja ini. Di setiap penjuru
saya mendengar bunyi lonceng gereja yang memanggil orang-orang beriman datang
ke rumah Alah. Saya melihat dimana-mana sawah-sawah dan kebun-kebun yang telah
diusahakan, padang-padang penggembalaan dan hutan-hutan yang hijau, kampung-kampung
dan kediaman-kediaman yang teratur disalamnya terdapat keturunan-keturunan yang
berpakaian pantas. Selanjutnya, saya melihat pendeta-pendeta dan guru-guru
orang pribumi Sumatera berdiri di panggung-panggung dan di atas mimbar-mimbar,
menunjukkan cara hidup Kristen kepada yang muda maupun yang tua. Anda
mengatakan bahwa saya seorang pemimpin, tetapi saya berkata : tidak, saya
tidak. Saya tidak bermimpi. Iman saya melihat ini semua; hal ini akan terjadi,
karena seluruh kerajaan akan menjadi milikNya dan setiap lidah akan
mengetahuibahwa Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa. Karena itu,
saya merasa gembira, walaupun rakyat mungkin menentang firman Allah, yang
mereka lakukan tepat seperti mudahnya mereka mencegah firman Allah dari hati
mereka. Suatu aliran berkat pastilah akan mengalir atas mereka. Hari sudah
mulai terbit. Segera cahaya terang akan menembus, kemudian Matahari Kebenaran
dalam segala kemulianNya akan bersinar atas seluruh tepi-langit tanah Batak
dari Selatan bahkan sampai ke pantai-pantai Laut Toba”. Menurut berbagai sumber, penglihatan
tersebut diperolehnya ketika beliau berdoa di Siatas Barita, Tarutung. Ketika I.L
Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918, Gereja telah bertumbuh
dan mencakup kurang lebih 180.000 orang anggota jemaat yang dibaptis, telah
berdiri sekolah-sekolah yang berjumlah 510 gedung yang mempunyai 32.700 orang
murid yang terdaftar dan gereja yang dipimpin oleh 34 orang Batak yang
ditahbiskan, 788 orang guru Injil dan 2.200 orang Penatua.
2. 2. 2 Partisipasi Pdt. A. Mohri dalam Perkembangan Misi di Tanah
Batak
Kedatangan para missionaris ke
daerah tanah Batak telah berhasil membawa perubahan besar bagi orang Batak.
Salah satu missionaris yang berhasil melakukan Usaha Pekabaran Injil di tanah
Batak adalah I.L Nommensen. Salah satu daerah tempat Pekabaran Injil oleh I.L
Nommensen yang dijadikan sebagai pusat pelayanan adalah daerah Silindung. Ingwer Ludwig Nommensen
telah banyak membuat perubahan di dalam kehidupan orang-orang Batak pada masa
itu, bukan hanya perubahan dalam bidang kerohanian, melainkan juga perubahan dalam
bidang sosial-ekonomi, bidang kesehatan, dan bidang pendidikan. Perubahan-perubahan
itu terjadi disebabkan karena keberhasilan misi yang dilakukan oleh I.L
Nommensen yang disebut dengan metode misi empat dimensi, meliputi: Pendidikan,
Kesehatan, Kerohanian, dan Sosial-Ekonomi.[9]
Setelah RMG (Rheinische
Mission Gesselschaft) melihat perkembangan misi yang sangat pesat di tanah
Batak, maka badan ini mengutus para missionaris lainnya untuk membantu
pekerjaan misi di tanah Batak. Dua orang missionaris yang diutus oleh badan RMG
itu adalah: Pdt. P.H Johansen dan Pdt. A. Mohri yang bertugas membantu Ingwer Ludwig
Nommensen di wilayah Silindung. Mereka berdua membantu I.L Nommensen dalam
bidang pendidikan.
Pada tahun 1874, hampir 10
tahun sejak pembukaan perkampungan warga Kristen Huta Dame, I.L Nommensen bersama
dengan dua orang missionaris yang diutus oleh badan RMG (P.H Johansen dan A. Mohri),
memutuskan akan menyelenggarakan kelas sekolah permanent sebagai peningkatan
dari model kelas yang belajar katekisasi. Para murid pemula adalah anak-anak
dan remaja dalam batas usia yang masih cocok untuk mengikuti Sekolah Dasar.[10]
Meskipun Sekolah Dasar zending
telah dibuka secara resmi oleh I.L Nommensen, masih cukup besar kendala yang
dihadapi yakni soal pengadaan bangunan sekolah dan pengadaan pengajar. Pengadaan
bangunan sebagai sarana untuk belajar masih belum memadai dibandingkan dengan
jumlah anak-anak yang bersekolah pada masa itu. Oleh karena itu, I.L Nommensen,
P.H. Johansen, dan A. Mohri selaku tim pengajar mendirikan sekolah yang disebut
dengan “Sekolah Mardalan-dalan” yang dibagi dalam tiga tempat, yaitu: Huta
Dame, Pansur Napitu dan Sipoholon. Ketiga Missionaris itu berpisah dalam tiga
pos pelayanan penginjilan itu, yaitu: I.L Nommensen berada di Huta Dame, P.H
Johansen di Pansur Napitu, dan A. Mohri di Sipoholon. Para siswa harus datang
mengunjungi mereka secara bergiliran ke tempat pelayanan mereka masing-masing.
Para murid harus melewati pematang-pematang sawah dan lumpur sejauh 8 Km untuk
dapat sampai di tempat guru-guru mereka. Adapun pendidikan yang akan diperoleh
oleh para murid dari ketiga penginjil ini, yaitu: pada hari senin dan selasa,
para murid belajar kepada I.L Nommensen di Huta Dame. Pada hari rabu dan kamis,
para murid belajar kepada P.H Johansen di Pansur Napitu, dan pada hari jum’at
para murid belajar kepada A. Mohri di Sipoholon. Penempatannya di Sipoholon
menjadikan A. Mohri menjadi seorang guru (pengajar). Pdt. A. Mohri mengajar para
murid untuk mempelajari bahasa Melayu, Agama Islam, musik, bernyanyi, bermain
orgel, dan mengajarkan tentang ikhwal penataan jemaat.[11]
Pada hari sabtu, para murid berlatih dan belajar sendiri di rumah zending, atau
di kampung sendiri bagi yang tidak tinggal di Huta Dame. Kemudian pada hari
Minggu, murid-murid diajak oleh ketiga guru secara bergiliran untuk mengunjungi
kampung-kampung di wilayah Silindung untuk melakukan evangelisasi dengan
iringan lagu-lagu koor yang sangat merdu.[12]
Demikianlah tugas dari Pdt. A Mohri dalam pelaksanaan misi Pekabaran Injil di
Tanah Batak. Pdt. A Mohri adalah rekan kerja dari I.L Nommensen dalam bidang
pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat Batak sehingga terhindar
dari kemiskinan dan kebodohan.
III.
Kesimpulan
Keberhasilan misi di Tanah
Batak yang dilakukan oleh para missioner adalah ditentukan oleh cara pendekatan
yang dilakukan dalam melaksanakan Usaha Pekabaran Injil itu. Seorang yang termasuk
missioner yang bernama Pdt A Mohri bersama dengan Pdt. I.L Nommensen telah
berhasil memberitakan kabar sukacita (Injil) di tengah-tengah kehidupan orang
Batak. Keberhasilan mereka adalah bukan hanya sekedar berhasil dalam
menyampaikan Injil, melainkan juga berhasil dalam mengentaskan kebodohan pada
masa itu melalui pendidikan. Ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh Pdt. A
Mohri dengan senang hati diajarkan kepada orang-orang Batak pada masa itu,
sehingga melaluinya banyak melahirkan tokoh-tokoh pemikir yang tidak berpikir
Naif dan Radikal.
DAFTAR PUSTAKA
End, Th. van den
2007 Harta Dalam Bejana (Sejarah Gereja Ringkas),
Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Hutauruk, J.R
1993 Kemandirian Gereja,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Lempp, W.
1976
Benih Yang Tumbuh (Gereja-Gereja
Sumatera
Utara),
Jakarta:
Lembaga Penelitian dan Studi DGI
Lumbantobing, Andar
1996
Makna Wibawa Jabatan Dalam
Gereja Batak,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Lumbantobing, K.M
1996
Missionaris Lokal,
Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/OFM
M.S.E Simorangkir,
2008 Ajaran
Dua Kerajaan Luther,
Pematangsiantar: Kolportase Pusat GKPI
S, J, Th. Van den End dan J.
Weitjens.
2008 Ragi
Carita 2, Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Sihombing, S.
2008/2009 Diktat: Mata Kuliah Sejarah Gereja Batak, Pematangsiantar: STT-HKBP
Sihombing, P.T.D
2004 Benih
Yang Disemai Dan Buah Yang Menyebar, Jakarta: Albert-Orem Ministry
Sumber dari Internet:
Chandra Hutabarat, Sejarah Ringkas Pelayanan Pdt. Dr. I.L Nommensen di Tanah Batak (http://gindagelo.blog.friendster.com/tag/hkbp/),
diambil tgl. 12 Mei 2009
[1] Th. Van den End dan J.
Weitjens. S. J, Ragi Carita 2 (Sejarah
Gereja di Indonesia 1860-an-sekarang), (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2008),
hlm. 181
[2] M.S.E Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther,
(Pematangsiantar: Kolportase Pusat GKPI, 2008), hlm. 249-250
[3] J.R Hutauruk, Kemandirian Gereja, (Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 1993), hlm. 36
[4] W. Lempp, Benih Yang Tumbuh 12 – Gereja-Gereja Sumatera Utara,
(Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1976), hlm. 111
[5] M.S.E Simorangkir, Op. Cit., hlm. 250
[6] Chandra Hutabarat, Sejarah Ringkas Pelayanan Pdt. Dr. I.L
Nommensen di Tanah Batak (http://gindagelo.blog.friendster.com/tag/hkbp/),
diambil tgl. 12 Mei 2009
[7] Andar Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1996),
hlm. 69
[8] Th. van den End, Harta Dalam Bejana (Sejarah Gereja Ringkas),
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2007), hlm. 269
[9] S. Sihombing, Diktat: Mata Kuliah Sejarah Gereja Batak,
(Pematangsiantar: STT-HKBP, 2008/2009), hlm. 39
[10] P. T .D Sihombing, Benih Yang Disemai Dan Buah Yang Menyebar,
(Jakarta: Albert-Orem Ministry, 2004), hlm. 96
[11] K. M Lumbantobing, Missionaris Lokal, (Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/OFM, 1996), hlm. 17
[12] P. T .D Sihombing, Op. Cit., hlm. 97-98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar